Skip to main content

Posts

LENTERA: Aku dan Kamu

23.00 WIB Boleh aku berbagi cerita? Aku ingin menulis buku solo ku tapi aku tidak memiliki inspirasi menulis tentang hal apa. . Kau pandai menulis puisi dan cerpen kan? Kenapa tidak menulis itu saja? . Hemmm tapi menulis cerpen terlalu sulit untukku. Dan puisi harus tergantung mood :( Masak harus nunggu mood nunggu, baru aku mulai nulis. Tidak... tidak... tidak....  TIDAK BOLEH MOODYANNNNNN.... -_- Harus konsisten nulisnya. Tapi tak ada ide. Aku harus membuat buku solo kuuuuuuuuu....... . Tulis saja apa yang ingin kamu tulis, seperti ketika kamu mengikuti lomba menulis dalam buku antologi di instagram itu. Bisa kan? Tentukan dulu topiknya, secara garis besar ingin menulis tentang apa. Lalu tarik benang merahnya perlahan-lahan, satu-persatu. Setelah itu kasi tema pada setiap benang merahnya. Kamu kasi judul apa gitu sebagai judul pada tiap bab buku kamu. Beda loh ya antara judul buku dan judul pada tiap bagian bab cerita. . Hem boleh juga sarannya. Lalu aku bisa membuat deadline untuk d
Recent posts

SAJAK: Rembulan Malam

23.33. WIB  Hemm lama tak berpuisi. Aku bingung mau nulis apa. Tak ada inspirasi dan juga motivasi. Aku ingin menulis sesuatu yang tak dipahami oleh banyak orang. Mengungkapkan tentang rasa, yang hanya ada aku dan orang-orang terpilih yang cakap dalam memaknainya. Menulis dapat sedikit meringankan beban di dalam hati dan beban di pundak. Baik karena alasan rasa atau yang lainnya. Hemm siapa tau juga dapat menenangkanmu. Siapa tau jika kau tak pernah mencobanya? . . . -SALAM- Hai rembulan? Apa kabar? Aku rindu menatapmu kembali dari balik jendela kamarku. Dan mulai membisikkan tentang hal yang tak bisa kuutakan pada orang lain. . Dulu ada sebuah harap ketika aku melihat dirimu. Harapan bahwa ketika menatapmu. Ada juga dua tatap di luar sana yang melakukan hal yang sama. Hingga tatap di antara kita bisa bertemu tanpa harus saling temu. . Rembulan, bagiku kau salah satu penawar rindu dari sebuah rasa. Dari sebuah jarak yang tak dapat ditembus asa di antara kita. Rasa yang hadir ketika mal

Sorrow

11: 53  Entahlah... Hampa, rasanya. Terasa kosong, sendiri, sepi, bahkan ketika berada di keramaian. Sudah lama rasa ini tak hadir. Padahal aku tak ingin merasakannya lagi. Yang ada aku hanya ingin kembali ceria, tersenyum, dan tertawa seleluasanya. Nyatanya melakukan hal seperti itu seperti menguras energi bagiku. Membuatku lelah dengan sendirinya. Karena bersikap baik-baik saja di saat tak baik-baik saja. Kadang ku mencari jawaban dari sebuah pertanyaan "kenapa di saat bersedih, kita lebih sering mengurung diri sendiri di kamar dengan terlelap dan harapan agar bisa melupakan seseorang di masa lalu?" Semakin ingin melupa, semakin sakit rasanya. Semakin tak ingin merindu, malah semakin meronta adanya. Katanya "Hati akan jauh kalau tubuhnya menjauh." Kita sudah jauh...  Tapi mengapa hatiku tak bisa menjauh. Rindu dan sakit ini hanya sepihak. Hanya daku yang merasakan sakitnya. Sedang Tuan sedang asyik bercengkerama dengan Puan-puan lainnya. Apakah dusta atau sekadar

Hujan Malam Ganjil

Saat itu hari selasa, 4 Mei 21. Malam rabu, malam ke-23 ramadhan. Pasca maghrib, gerimis turun tanpa diundang. Allahumma shayyiban nafi'an... (Ya Allah turunkanlah hujan yang bermanfaat). Lalu mulai berbagi cerita tentang pelaksanaan sholat tarawih malam ke-23. "Buk, gerimis... !" Ungkapku saat itu. "Waduh, gimana yang mau sholat tarawih ini, apa sholat di kos aja ya. Tapi siapa yang ngimamin?" Saran sekaligus tanya seorang ibu salah satu tetanggaku. "Bapak aja bu. Saya mau jadi imam tapi cowok-cowoknya usir dulu ke masjid hahaha." Candaku padanya. "Gampang, pakek payung aja wes." Sarannya. Lalu teringat, bahwa semakin besar ujian. Maka juga semakin besar pahalanya. Saat itu aku mengajak salah satu temanku untuk pergi ke masjid. Iya, saat itu tidak pergi dengan ibu yang merupakan tetanggaku karena kita melaksanakan tarawih di tempat yang berbeda. Aku dan temanku berjalan kaki ke masjid dan tidak membawa payung. Hanya gerimis, awalnya. Lalu se

KAJIAN: Perempuan dan Iman

07.30 WIB Beruntunglah seseorang yang memiliki wanita salihah. Karena apabila telah lurus fitrahnya maka semua orang yang ada di sekitarnya akan menjadi beruntung. . Abdullah bin Amr Radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah (HR. Muslim) . Dan Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada Umar ibnul Khatab radhialllahu ‘anhu: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya, dan bila ia pergi si istri akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud). . Sebaik-baiknya perniagaan atau simpanan bagi seorang lelaki adalah Wanita atau istri yang salihah. Seseorang yang memperolehnya maka ia akan beruntung, sebagaimana penjabaran dari ceramah Ustaz Oemar Mita yaitu: 1.        Suaminya beruntung karena ia me

SAJAK: Senja, Rindu, dan Candu

05:40 WIB Senja dan Langit. Mereka selalu berdampingan. Walau senja hadirnya hanya singgah sebentar. Namun kehadirannya selalu ada. Pada pagi yang dingin. Dan petang menjelang malam. Dua waktu yang selalu ditunggu-tunggu. Dinginnya yang selalu menjadi candu. Menjelma dan mengendap diam-diam menjadi sebuah rasa rindu yang menusuk kalbu. . Katanya: "Aku lebih suka senja di pagi hari daripada senja di sore hari, karena kedatangannya yang selalu dinanti dan kepergiannya yang tak pernah diingini." Ucap mereka. Lebih tepatnya, aku lebih suka menyambut kedatangannya daripada harus melepas kepergiannya. "Lagian senja di pagi hari lebih menghangatkan daripada senja di sore hari yang membuatku menggigil membeku karena dinginnya dirinya." Tambahku. . Senja dan langit memang hanya sementara. Namun mereka selalu ada selamanya.... . Guten Morgen untuk wilayah Ar-Fachruddin dan sekitarnya...

SAJAK: Malam-Pengantar Tidur

  Malam menjadi saksi akan kebisingan yang semakin riuh menggemparkan jiwa raga. Gulita adalah senyap yang menjadi perantara antara jiwa satu dan jiwa lainnya berbicara. Dalam kesunyian, aku semakin larut dalam lautan samudra pada sebuah rasa dan kisah yang tak tau sampai kemana akarnya. Tak ada lagi tanda tanya, yang ada hanyalah kehidupan yang mengalir seperti air mengalir. Naik, turun, berliku, dan terjal. Yang tertinggal hanyalah ada daku seorang diri. Menikmati riuhnya gemericik air yang mengalir deras dalam jiwa. Menyampaikan perihal asa, rasa, cita, cinta, dan rindu. Membuncah, membara, menggelora, menggema, menempati ruang waktu yang begitu luasnya seorang diri. Dingin.... Senyap...... Lengang...... Gelap.............. Daku terduduk, memeluk erat kedua lutut kaki dan menunduk takut untuk melihat bagaimana pahitnya sebuah kenyataan dalam kehidupan. Lalu Tuhan meminta daku untuk memejamkan mata. Meminta mengabaikan semua rasa. Mendekat, lalu berbisik: "Puan kini hari semakin