Malam menjadi saksi akan kebisingan yang semakin riuh menggemparkan jiwa raga.
Gulita adalah senyap yang menjadi perantara antara jiwa satu dan jiwa lainnya berbicara.
Dalam kesunyian, aku semakin larut dalam lautan samudra pada sebuah rasa dan kisah yang tak tau sampai kemana akarnya.
Tak ada lagi tanda tanya, yang ada hanyalah kehidupan yang mengalir seperti air mengalir.
Naik, turun, berliku, dan terjal.
Yang tertinggal hanyalah ada daku seorang diri.
Menikmati riuhnya gemericik air yang mengalir deras dalam jiwa.
Menyampaikan perihal asa, rasa, cita, cinta, dan rindu.
Membuncah, membara, menggelora, menggema, menempati ruang waktu yang begitu luasnya seorang diri.
Dingin....
Senyap......
Lengang......
Gelap..............
Daku terduduk, memeluk erat kedua lutut kaki dan menunduk takut untuk melihat bagaimana pahitnya sebuah kenyataan dalam kehidupan.
Lalu Tuhan meminta daku untuk memejamkan mata.
Meminta mengabaikan semua rasa.
Mendekat, lalu berbisik:
"Puan kini hari semakin larut malam, istirahatlah! Esok senja akan tiba. Senja yang menjemput pulang Puan pada sebuah rumah yang sesungguhnya."
Comments
Post a Comment